Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Glukosa Darah Pada Ruminansia

Metabolisme merupakan rangkaian proses reaksi biokimia yang terjadi di dalam makhluk hidup. Proses yang lengkap dan sangat terkoordinatif melibatkan banyak enzim di dalamnya, sehingga terjadi pertukaran bahan dan energi sedangkan, Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam  makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Fever, 2007).

Menurut Frandson (1992), hasil pencernaan karbohidrat pada ternak ruminansia di dalam retikulo rumen adalah asam lemak mudah terbang (VFA volatile fatty acid), terutama asam asetat, propionat, dan butirat yang akan diserap sebelum mencapai usus. Volatile fatty acid kemudian akan diabsorbsi masuk peredaran darah menuju hati, dan di dalam hati VFA akan diubah menjadi glukosa, maupun hasil-hasil lain yang dibutuhkan oleh tubuh (Tillman dkk., 1991). Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi setelah VFA juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (Parakkasi, 1999).

Dalam usus halus, proses pencernaan sisa-sisa mikroba yang mati merupakan sumber dari sebagian protein yang dibutuhkan induk semang. Hal yang lebih kompleks yaitu berkaitan dengan protein dalam pakan. Sebagai contoh, jika protein dalam pakan memiliki kelarutan yang tinggi, maka melalui proses yang sama dengan fermentasi karbohidrat, protein tersebut akan mengalami fermentasi dalam rumen dan menghasilkan VFA dan amonia. Di lain pihak, jika protein dalam pakan memiliki tingkat kelarutan rendah, maka protein tersebut relatif tidak mengalami perubahan ketika melalui rumen dan memasuki bagian saluran pencernaan selanjutnya, sampai kemudian memasuki usus halus dimana proses penguraian enzimatis oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh ternak sendiri. Protein yang yang bergerak sampai di bagian usus halus dan terhindar dari fermentasi rumen dikenal sebagai “by pass protein”, dan ketika dihidrolisa dalam usus halus menjadi asam-asam amino yang tersedia bagi ternak.

Selanjutnya, melalui proses absorbsi (sistem transport aktif), asam-asam amino tersebut menjadi tersedia untuk sintesa protein tubuh. Pakan bagi ternak ruminansia hendaknya mempertimbangkan kehadiran 2 sistem yang membutuhkan zat-zat gizi dan harus diberikan pada saat yang sama. Kedua sistem tersebut yaitu sistem mikroba yang tinggal dalam rumen-retikulum dan yang mencerna zat-zat gizi dalam material pakan pencernaan fermentasi dan sistem ternaknya sendiri, yang menggantungkan sebagian besar kebutuhan hidupnya pada produk pencernaan fermentasi dan zat-zat gizi yang “by pass” dari proses fermentasi (Rahardja, 2008).

Berkaitan dengan kebutuhan glukosa pada ternak ruminansia. Hasil-hasil penelitian para ahli menunjukkan bukti bahwa ternak ruminansia memerlukan glukosa dalam seluruh pase kehidupannya dan kebutuhannya itu menunjukkan trend yang sama dengan kebutuhan protein (Preston, 1995). Sebagai konsekuensi sistem pencernaan, ternak ruminansia tidak mengabsorbsi glukosa dan harus mensintesanya dalam jaringan tubuh (terutama hati) untuk kebutuhan yang mutlak dipenuhi (Rahardja, 2008).

Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat karena glukosa pada masa itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan fetus dan persiapan kelahiran, sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan laktosa (gula susu) dan lemak, sehingga jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis yang biasanya dengan membongkar asamlemak dalam hati. Efek samping dari pembongkaran asam lemak di hati untuk di dapatkan hasil akhir glukosa akan meningkatkan juga hasil samping yang disebut benda2 keton (acetone, acetoacetate, β-hydroxybutyrate (BHB)) dalam darah (Anonim. 2009).

Kadar gula darah normal pada ternak ruminansia bervariasi antara 46 – 60 mg/dL (Rahardja, 2008). dan Chalimi dkk., (2008) yang mendapatkan kadar glukosa darah sapi PO yang diberi pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi berkisar antara 58,90 – 60,00 mg/dL.

Hasil Penelitian Syarifuddin dan Wahdi, (2011) mendapatkan rata-rata kadar glukosa darah pada kondisi awal kelompok sapi induk yang diberi pakan suplemen multinutrient block plus medicated (MBPM) lebih rendah dari pada sapi induk kelompok kontrol yaitu 38,8 mg/dL Vs 42,9 mg/dL, namun kadar glukosa darah tersebut masih dalam batas normal, sehingga sapi-sapi induk tersebut mempunyai status energi yang normal keadaan ini menunjukkan bahwa, sapi-sapi induk yang digunakan tidak kekurangan energi.

Kadar glukosa dalam darah merefleksikan sumber energi dalam tubuh dan sapi akan menjadi lemah bila energi tidak mencukupi dalam darah atau hipoglikemia yang dapat terjadi pada sapi yang kurang pakan kadar glukosa dalam darah adalah yang merefleksikan sumber energi dalam tubuh. Sapi akan menjadi lemah bila energi tidak mencukupi dalam darah (Anonim. 2005). Pada ruminansia yang baru lahir, konsentrasi glukosa menyerupai hewan monogastrik dan secara gradual menurun dengan meningkatnya umur. Glukosa bukan komponen yang esensial, karena dapat disintesa dalam tubuh. Akan tetapi, glukosa adalah esensial karena mutlak diperlukan untuk metabolisme seluler dan juga karena kecukupan prekursor dan kehadiran mekanisme kontrol mutlak diperlukan untuk sintesisnya. Kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi semata-mata hanya oleh asam lemak.

Glukosa diperlukan paling tidak untuk 5 jaringan tubuh, 1) jaringan syaraf, 2) otot, 3) sintesis lemak, 4) fetus dan 5) kelenjar ambing dan dalam jumlah yang lebih sedikit diperlukan untuk metabolisme dalam testis, ovarium, sel telur, sintesis steroid dan eritrosit (Rahardja, 2008). Glukosa dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh ternak ruminansia untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan tubuh dan pertumbuhan fetus, pertumbuhan jaringan (plasenta, ambing) dan produksi susu. Kebutuhan minimum glukosa yaitu untuk hidup pokok dan jika kandungan prekursor glukosa dalam pakan rendah dibandingkan kandungan zat-zat gizi lain (seperti jerami padi), maka ternak akanmenggunakan keseluruhan zat-zat gizi secara tidak efesien baik untuk kepentingan produksi maupun hidup pokok. Sebagai konsekuensi, ternak akan tetap mempertahankan konsumsi pakannya dan membakar kelebihan intake energi atau mengurangi intake pakan seperti yang terjadi di musim kemarau. Pembakaran kelebihan intake energi bermanfaat ketika ternak menghadapi cekaman suhu rendah atau musim dingin di daerah subtropis (Rahardja, 2008).


Daftar Pustaka

Anonim, 2005. Veterinary Hematology 101; 2005 Abstract. http://www.science. dovada.net.au/ 13800.php. di akses pada tanggal 23 Desember 2013.
Anonim. 2009. Ketosis (Acetonemia) pada Sapi Perah Coretan si Budax.htm. di akses pada tanggal 23 Desember 2013
Chalimi, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan Ongole (PO) yang bDiberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosed.
Joyce le Fever. 2007 Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic, Joyce le Fever Kee : alih bahasa, Sari Kurnianingsih ( et al ); editor edisi Bahasa Indonesia, Ramona P. Kapoh – Ed.6 –Jakarta: EGC.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan MakananTernak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Preston, T.R. 1995. Tropical Animal Feeding, A manual for research worker. FAO, United Nation, paper 126. Rome.
Rahardja, D.P., 2008. Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia. Dinas Peternakan Makassar.
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo.1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


Labels: Pencernaan, Ruminansia

Thanks for reading Glukosa Darah Pada Ruminansia. Please share...!

0 Comment for "Glukosa Darah Pada Ruminansia"

Back To Top